HUKUM ADAT DAN PRANATA SOSIAL DI ACEH
DR. Teungku Saifullah, S.Ag, M.Pd
(ABIYA DOKTOR)
A.
Latar Belakang Masalah
Aceh
penah tercatat dalam sejarah sebagai sebuah kerajaan yang berdaulat dan
bermartabat dalam wilayah Nusantara, terutama pada zaman jayanya Sultan
Iskandar Muda (1607-1636). Dari sejarah kesultanan tersebut, Aceh telah
mewariskan segunung budaya adat menjadi khazanah sumber perilaku bagi generasi
anak cucunya dalam bentuk adat (hukum) dan adat istiadat yang bernilai
ritual/agamis, ekonomis dan pembinaan lingkungan hidup serta tatanan
kemasyarakatan, bagi kesejahteraan semesta.
Warisan
adat itu, secara battom ap diakumulasikan
dan diakomodasikan menjadi suatu konsep landasan filosofis masyarakat Aceh (way of life), dalam bentuk Narit Majah: Adat bak poe Teumeureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phahang,
Reusam bak Laksamana. Landasan filosofis ini menjadi asas adar Aceh yang
ada dalam pertumbuhannya dari masa ke masa mengalami pasang surut, dikarenakan
perkembangan system politik pemerintahan Negara dan tantatangan perkembangan
budaya global.
Majelis
Adat Aceh (MAA) yang merupakan lembaga resmi di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, yang salah satu tugasnya adalah memelihara dan mengembangkan Adat
Istiada Aceh dalam rangka menuju masyarakat Aceh yang bermartabat memiliki
Visinya adalah sebagai berikut: Membangun
Masyarakat Aceh yang Bermartabat Berlandaskan Adat/Adat Istiadat yang
Bersendikan Ajaran Islam. Adat Aceh merupakan asset budaya yang
sangat berharga bagi masyarakatnya, terutama dalam menegakkan harkat dan
martabat kehidupannya. Secara umum menyangkut dengan asset budaya Aceh tersebut
dapat dilihat dalam lima aspek, Pertama, aspek
kelembagaan dan fungsionaris adat. Kedua,
Institusi Pengkajian dan Pengembangan Adat. Ketiga, Adat dan Perilaku Adat Istiadat. Keempat, Monumen, Mesium, Cagar Budaya dan Situs Sejarah. Kelima, Naskah-naskah adat. Sedangkan
jika dilihat dari kesiapan implimentasi adat itu sendiri, maka masyarakat
(hukum) adat Aceh tersebut memiliki tiga aspek, yaitu Pertama, Struktur Adat. Kedua,
Fungsionaris (Ketua-Ketua Adat). Ketiga,
Materi Adat.
Adat
Aceh dalam peran dan fungsinya digambarkan sebagai: Udep tan adat lagee kapai tan nahkhoda [hidup tanpa adat semacam
kapal tanpa nahkhoda]. Bagaiamana eratnya hubungan adat, masyarakat, dan agama,
ditemukan jawabanya melalui narid maja
berikut: Adat ngon agama, lagee zat ngon
sifeut [agama dengan adat seperti zat dengan sifat], karena itu seni suara,
seni tari, seni lukis, seni puisi dan prosa, syair, pantun, seni gerak dan
lain-lain, selalu sejalan dengan nilai-nilai islami. Peranan tokoh adat, ulama,
cendikiawan dan para birikrat dalam sesuatu kawasan budaya amat menetukan
perkembangan kehidupan adat, demikian pula halnya berlaku dalam masyarakat
Aceh, Peranan fungsianoris adat, dalam perspektif histori tatanan adat Aceh, sejak zaman kesultanan, hingga kurun
waktu ini, penuh dengan fluktuasi gelombang krisis berkepanjangan, sehingga
tokoh-tooh adat dan kesempatan waktu kehilangan perannya dalam mengembangkan
adat bagi kesejahteraan masyarakat. Pergeseran peran tokoh, ulama, fungsionaris
dan perhatian birokrat terhadap adat dengan alas an era globalisasi,
pendaulatan politik dan kekuasaan nasional, telah membuat situasi termajinalkan
peran adat dalam membangun budaya masyarakat.
Sekulumit
gambaran di atas, memberikan kesan, bagaimana suka dukanya dalam memartabatkan
adat Aceh menjadi bagian dari harkat dan jati diri, untuk berperan global dalam
kawasan budaya masyarakat Aceh. Untuk menjawap permasalahan tersebut diperlukan
kajian khusus menyangkut dengan dasar-dasar hukum adat yang dapat diimplimentasikan
dalam kehidupan nyata.
B.
Pengertian Adat
Adat adalah tradisi tau
kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama Dalam nomenklatur adat Aceh khususnya
dan adat secara umum, ditemukan dua suku kata yang agaknya hampir tidak
ditemukan perbedaan jika dipandang sekilas, akan tetapi jika dilihat secara
detail maka keduanya sangat berbeda baik pada materinya maupun pada
implimentasinya.
1) Adat, adalah meliputi
materi hukum adat, peradilan adat serta perangkatnya.
2) Adat Istiada, adalah
sama dengan Reusam, dalam berbagai
bentuk berupa nasehat, seni tari, seni lukis, seni gerak, syair, pantun,
hikayat, upacara/seremonial berbagai kegiatan hidup seperti perkawinan, kenduri
Blang, Peusijuk dan lian-lain, Monumen/Meusium, cagar budaya, situs sejarah dan
lain-lain dalam berbagai sub etnis Aceh.
C.
Kawasan Adat Aceh
Untuk dapat mengenali dan menerapkan adat
secara jelas, maka diperlukan kajian menyangkut dengan Zona atau kawasan-kawasan adat adat itu sendiri
1.
Kawasan Gampong
Gampong
adalah merupakan organisasi pemerintahan terendah yang berada di bawah Mukim
dalam struktur Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan tugas:
1. Menyelenggarakan
Pemerintahan
2. Melaksanakan Pembangunan
3. Pembinaan Kemasyarakatan
4. Peningkatan Pelaksanaan
Syari’at Islam
Selanjutnya
dalam hal melaksanakan tugas dimaksud, gampong mempunyai fungsi dimana salah
satunya adalah Penyelesaikan dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum
dalam hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan
hukum adat di Gampong.
Dalam
sistem pemerintahan gampong di Aceh, Keuchik memegang kekuasaan kepemimpinan
berlandaskan pada “Mono Trias Function [Kemanunggalan kekuasaan dalam tiga fungsi]”,
yaitu kekuasaan eksekutif, sekaligus dengan legislative dan yudikatif
disatu tangan (Keuchik). Keuchik tidak pernah otoliter dalam menjalankan
kekuasaan, melainkan sangat demokratis, karena semua materi tugasnya dipahami
selalu melalui musyawarah dengan pembantu-pembantunya (Imeum Meunasah, Tuha
Peut dan Tuha Lapan).
Meunasah
adalah merupakan sarana pengembangan agama dan adat bagi gampong, atas dasar
itu, maka fungsi meunasah adalah: 1) tempat ibadah dan shalat lima waktu, 2)
pendidikan (pengajian), 3) dakwah, 4)
diskusi, 5) musyawarah/mufakat, 6) penyelesaian sengketa/damai, 7) pengembangan
seni, 8) pembinaan dan pengembangan generasi muda, 9) asah terampil, 10) olah
raga, dan 11)tempat istirahat/tidur bagi pemuda laki-laki.
2.
Kawasan Mukim
Mukim sebagai unit pemerintahan yang
membawahi beberapa Gampong yang berada langsung di bawah dan bertanggungjawab
kepada Camat. Mukim mempunyai tugas:
5. Menyelenggarakan
Pemerintahan
6. Melaksanakan Pembangunan
7. Pembinaan Kemasyarakatan
8. Peningkatan Pelaksanaan
Syari’at Islam
9. Penyelesaikan dalam
rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal adanya
persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat di tingkat
kemukiman.
Pada umumnya tugas Mukim bersifat banding
yang diajukan oleh Keuchik, karena tidak selesai pada tingkat Gampong. Pada
Kemukiman juga ada Majelis Adat Mukim yang dipimpin oleh Imeum Mukim dan
dibantu oleh Sekretaris Mukim serta
dihadiri oleh seluruh Tuha Peut Mukim. Majelis Adat Mukim berfungsi sebagai :
1. Badan yang memelihara
dan mengembangkan adat
2. Menyelenggarakan
Perdamaian adat
3. Menyelesaikan dan
memberikan keputusan-keputusan Adat terhadap persilihan-perselisihan dan
pelanggaran adat
4. Memberikan kekuatan
hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut hukum adat
Keputusan-keputusan dan
ketetapan-ketetapan Majelis Adat Mukim menjadi pedoman bagi para Keuchik dalam
menjalankan roda pemerintahan Gampong.
Mesjid adalah sarana pengembangan agama
dan adat bagi masyarakat kemukiman, atas dasar itu, maka fungsi mesjid adalah:
1) tempat ibadah dan jama’ah jum’at, 2) pendidikan (pengajian), 3) dakwah, 4) diskusi, 5) musyawarah/mufakat, 6)
penyelesaian sengketa/damai, 7) asah terampil, 10) lembaga silaturrahmi jum’atan,
dan 11) simbul persatuan dan kesatuan umat.
3.
Kawasan Lembaga-Lembaga
Adat lainnya
Kawasan adat Aceh di samping gampong,
kemukiman, juga ada kawasan lembaga-lembaga adat yang diberi kewenagan khusus
dalam bidang tertentu.
1) Keujrun Blang: adalah
yang membantu Keuchik di bidang pengaturan dan penggunaan irigasi untuk
persawahan.
2) Panglima Laot: adalah
orang yang memimpin adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang
penangkapan ikan di laut, termasuk mengatur tempat/ area penangkapan dan
penyelesaian sengketa.
3) Peutua Seuneubok: adalah
orang memimpin dan mengatur ketentuan-ketentuan tentang pembukaan dan
penggunaan lahan untuk perdagangan/perkebunan pada wilayah gunung dan
lembah-lembah.
4) Harian Peukan: adalah orang yang mengatur ketertiban,
keamanan, kebersihan pasar serta mengutip restribusi pasar gampong
5) Syahbandar: adalah orang
yang mengatur dan memimpin tambatan kapal/perahu, lalu lintas dan masuk-keluar
kapal/perahu di bidang angkutan laut, danau dan sungai.
Semua lembaga-lembaga adat ini merupakan
instutusi kelengkapan perangkat Gampong dan mukim yang berfungsi untuk
membangun kesejahteraan masyarakat di lingkungan Gampongnya masing-masing.
D.
Sumber dan Dasar Adat
Aceh
Dalam masyarakat Aceh sepanjang
sejarahnya dikenal ada 4 (empat) sumber adat, yaitu:
1) Adatullah, yaitu hukum
adat yang hamper mutlak didasarkan pada hukum-hukum Allah (Alquran dan Hadis)
2) Adat Tunnah, yaitu adat
istiadat sebagai manisfestasi dari Kanun dan Reusam yang mengatur kehidupan
masyarakat.
3) Adat Muhakamah, yatu
hokum adat yang dimanisfestasikan pada asas musyawarah dan mufakat.
4) Adat Jahiliyah, yaitu
adat-Istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan
ajaran Islam, namun masih digemari oleh masyarakat.
E.
Manfaat Adat
Adat Aceh mengandung 5 (lima) fungsi
nilai dalam implimentatifnya, yaitu:
1) Adat bernilai ritual Islamis
2) Adat bernilai ekonomis
3) Adat bernilai
pelestarian lingkungan
4) Adat bernilau ukhuwah (persaudaraan)
5) Adat bernilai education (Pendidikan)
F.
Fungsianoris Adat
Fungsianoris adat yang dimaksudkan di
sini adalah para pimpinan adat baik di tingkat gampong, kemukiman maupun di
tingkat kelembagaan adat lainya.
1. Keuchik, memegang
otorita pemerintahan, agama dan adat yang berfungsi sebagai ketua adat
masyarakat gampong yang dipilih secara demokratis oleh rakyatnya sendiri secara
langsung. Dulu jabatan Keuchik tidak ada batasan waktu, selama tidak
mengundurkan diri dan masih disenangi rakyatnya tetap sebagai Keuchik. Akan
tetapi sekarang jabatan Keuchik sudah dibatasi selama 5 (lima) tahun, dan dapat
dipilih kembali. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Keuchik dibantu oleh
Tuha Peut dan Tuha Lapan.
2. Imeum Meunasah adalah
memegang peranan dan otorita di bidang agama dan adat yang merupakan join
(mitra sejajar) bagi Keuchik dalam menjalankan agama dan adat. Hubungan Keuchik
dengan imum bagi masyarakat gampong adalah sebagai Dwi Tunggal yang menurut Snochik Hurgronje dalam bukunya The Achehnese [Aceh di Mata Kolonialis]
adalah Lagee Ku Ngon Ma [seperti ayah
dan ibu].
3. Tuha Peut (Dewan Empat) Gampong adalah Dewan Empat yang
dipilih oleh masyarakat gampong yang terdiri dari empat anggota/pimpinan
masyarakat gampong, yaitu: ulama, tokoh adat, tokoh pemerintahan dan tokoh
masyarakat. Tuha Peut berfungsi sebagai penasehat dan pertimbangan dalam hal
ikhwal masalah masyarakat gampong kepada Keuchik secara aktif dan atau melalui
persidangan/munsyawarah.
4. Tuha Lapan (Dewan
delapan) Gampong adalah Dewan Delapan yang dipilih oleh masyarakat gampong yang
terdiri dari ulama, tokoh adat, tokoh pemerintahan, tokoh masyaraka,
intelektual, pemuda, tokoh wanita dan saudagar (hartawan). Tuha Lapan berfungsi sebagai penasehat dan pertimbangan dan
tugas tambahan lainnya dalam hal ikhwal masalah masyarakat gampong kepada
Keuchik secara aktif dan atau melalui persidangan/munsyawarah.
5. Imeum Mukim. Tugas pokok
dan wewenang Mukim juga menjalankan fungsi adat, termasuk peradilan adat bagi
masyarakat hokum yang berada di wilayahnya. Peradilan mukim merupakan peradilan
adat tingkat banding (terakhir),
untuk memberikan rasa adil bagi seluruh masyarakat.
6. Tuha Peut Mukim yang berfungsi
sebagai penasehat dan pertimbangan dalam hal ikhwal masalah masyarakat
kemukiman kepada Imeum Mukim secara aktif dan atau melalui persidangan/munsyawarah.
7. Tuha Lapan Mukum yang
berfungsi sebagai penasehat dan pertimbangan dan tugas tambahan lainnya dalam
hal ikhwal masalah masyarakat gampong kepada Keuchik secara aktif dan atau
melalui persidangan/munsyawarah.
Berdasarkan analisa di atas dapat
disimpulkan bahwa gampong dan kemukiman merupakan dua kawasan territorial adat
yang sejak masa kerajaan sultan sampai abad global sekarang ini, merupakan
benteng struktur adat Aceh yang masih lestari dalam ruang lingkup budaya dan
system pemerintahan nasional Republik Indonesia dan struktur lembaga adat
gampong adalah terdiri dari: 1) Keuchik, 2) Imeum Meunasah, 3) Tuha Peut, dan
4) Tuha Lapan. Keuchik tetap pada Mono
Trias Function [kemanunggalan kekuasaan dalam tiga fungsi: Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif]. Aktualisasi kekuasaannya terikat dengan musyawarah
mufakat dengan struktur lembaga gampong, sehingga mencermikan kekuasaan dan
keputusan yang demokratis.
G.
Proses Penyelesaian
Perkara
Proses penyelesaian perkara harus melalu
beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Penerimaan Perkara
2. Keuchik member tahukan
kepada anggota fungsionaris (hakim) peradilan
3. Mendengar keterangan
dari pihak bersengketa
4. Penentuan bentuk
penyelesaian dan sanksinya
5. Pelaksanaan Putusan
Dalam menentukan bentuk penyelesaian dan
sanksinya perangkat peradilan adat harus berpedoman kepada azas-zas berikut:
1. Diarahkan pada kerukunan
2. Dilakukan dengan
kompromi
3. Berdasarkan Keselarasan
4. Asas Kepatutan
5. Dilakukan secara formal
dan Material
6. Pemberitahuan bentuk
penyelesaian dan sanksi adat
Asas- asas di atas wajib menjadi pedoman
bagi perangkat peradilan adat agar terjamin kenyamanan, keadilan dan kepatutan
baik proses, sanksi maupun pelaksanaan Putusan.
H.
Penutup
Demikianlah uraian yang dapat disampaikan
pada kesempatan ini, mudah-mudahan dapat menambah cakrawala berpikir, tatanan
perbuatan dan implimentasi adat sehingga memberukan kepastian hokum adat demi
kemaslahatan bersama.
Tentu makalah ini banyak sekali
kekuranganya, atas dasar itu dimohon kepada seluruh peserta tidak saja dipadai
pada materi ini, akan tetapi terus membaca, mempelajari dan mengkaji secara
lebih mendalam lagi menyangkut dengan persoalan adat istiadat Aceh khususnya
yang merupakan peninggalan indatu kita semua.
Wasaala, 08 Mei 2013
Direktur Ummul Qura Aceh
DTO
Dr.
Teungku Saifullah, S.Ag, M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar